Dongeng rakyat dari sunda. Diceritakan kembali oleh soepanto.
Pada jaman dahulu bertahtalah seorang raja yang sangat besar kekuasaannya di kerajaan pajajaran. Menurut kepercayaan, raja ini berasal dari sorga loka.
Pada waktu agama islam mulai terbesar di tanah jawa, juga di wilayah kerajaan pajajaran, terjadilah suatu keanehan besar, yaitu raja pajajaran hilang dari keraton.
Raja ini tidak mau memeluk agama islam, lalu meninggalkan keraton pajajaran. Kepergian baginda ini bersama dengan seorang saudaranya bernama pucuk umun.
Mereka berdua mengubah dirinya menjadi burung beo, lalu terbang meninggalkan keraton, akan mencari tempat yang sunyi untuk mengasingkan diri.
Dua ekor burung beo ini terus terbang ke arah barat. Sesampainya di cibaduy, yaitu di banten, ditemukan nyalah suatu hutan yang sangat luas dan sunyi, turunlah mereka ke hutan itu. Disanah mereka mendapatkan suatu tempat yang berpasir, menetaplah mereka di sana. Karena tanahnya berpasir, maka tempat itu dinamakan ," CIKEUSIK." ( cikeusik berarti pasir ). Dihutan itu tidak ada manusia seorangpun. Yang ada hanyalah binatang-binatang beraneka ragam.
Pada suatu hari, dua ekor burung beo itu berjalan-jalan. Maka ia sampai di tepi sebuah sungai besar, dan airnya sangat jernih. mandilah mereka berdua di sungai itu. Seketika itu pula hilang lah bentukburung beo, dan mereka pulih lagi menjadi manusia. Karenanya, maka sungai besar itu dinamakan,"CI BEO."
Sesudah mandi, mereka pulang ke ci keusik. Lama kelamaan mereka ini beranak cucu sampai berjumlah banyak sekali, hingga penuhlah ci keusik. Mulailah mereka membuka hutan baru untuk tempat tinggal. Hutan yang di buka terletak di hilir sungai itu. Srtelah selesai pembukaan hutan itu, lalu mulailah pemindahan penduduk ke tempat yang baru itu. Desa yang baru ini dinamakan CI KERTA WANA, ("wana berarti " hutan", "kerta ", berarti "ramai", dinamakan demikian, karena hutan itu lalu menjadi desa yang ramai).
Dengan demikian maka di seluruh desa ci baduy ada tiga buah desa yang sangat ramai,yaitu; CI KEUSIK, CI BEO, dan CI KERTA WANA.
Kebiasaan orang-orang di sana, kalau ada binatang-binatang buas, mereka tidak membunuhnya dengan senapan,melainkan hanya di kejar-kejar saja. Setelah tersusul lalu di gulat, di tikam dengan pedang dan berang atau dipukul dengan tongkat. Kalau ada binatang buas sampai masuk ke kebun atau ke ladang mereka takboleh tidak terbunuh, sebab pengejaran mereka tak di hentikan sebelum berhasilmembunuh bnatang itu. Itulah sebabnya maka sampai sekarang di hutan-hutan ci baduy itu tidak pernah ada binatang buas, bahkan binatang-binatang lain yang merusak tanaman, atau membahayakan, misalnya, babi hutan ,banteng dan ular besar, juga tidak ada habis terbunuh olehmereka.
Sejak itu, terjadilah negeri baduy , raja nya bergelar " geurang puun ." seprti halnya pada negeri-negeri yang lain, negeri baduy ini juga mempunyai adat kebisaan dan undang-undang tersendiri.
Yang berhak mengawin kan anak negeri baduy tidak ada lain halnya "puun ".
Kalu seorang jejaka ingin menikah dengan seorang gadis, tidak prlulah ia repot-repot untuk menyediakan biaya atau maskawin yang mahal. Biaya untuk mengawinkan cukuplah hanya " dua puluh lima sen" dan diserahkan kepada "puun ". (tentu saja ini terlaksana pada jaman dahulu).
Asal jejaka melamar gadis denganmembawa oleh-oleh berupa pakaian dan hasil bumi misalnya,( ubi,pisang,padi dan sebagainya), dapatlah memastikan bahwa lamaran itu diterima. Dalam hal ini orang tua si gadistidak perbah jual mahal. Negeri baduy ini juga punya tempat pembuangan, untuk mengasingkan para penduduk yang melanggar undang-undang negeri baduy . tempat pembuangan itu ialah desa nangka bengkung. Kalau ada orang mencuri barang milik orang lain, tentulah di buang ke desa nangka bengkung. Dengan demikian teranglah, bahwa masyarakat desa baduy sangat menghargai hak milik seseorang.
Kecuali perlindungan terhadap hak milik seseorang, otang laki-laki berani bersenda gurau meraba dada atau menghargai wanita, demikian bunyinya, kalau ada orang laki-laki berani bersenda gurau meraba dada atau pipi gadis, tentulah akan di buang ke desa nangka bengkung.
0 komentar
Post a Comment